Gerakan 50 Dolar untuk Boikot Fifty Shades of Grey

Film Kontroversial Fifty Shades of Grey, akhirnya mendapat respon negatif dari para penikmat film di seluruh Dunia. Trailer film yang jadi trending di YouTube dan ditonton ratusan juta orang, pre-sale tiketnya diserbu, dan bukunya terjual lebih dari 100 juta kopi, tidak semua orang antusias menanti Fifty Shades of Grey. Sementara sebagian masyarakat tak sabar akan aksi Jamie Dornan dan Dakota Johnson sebagai Christian Grey dan Anastasia Steele, sebagian lainnya berupaya memboikot film adaptasi novel E.L. James itu.

Dikutip dari cnnindonesia.com (06/02/2015), para aktivis antikekerasan berusaha membangun gerakan lewat media sosial. Alih-alih mencuitkan fakta menarik tentang film, mereka justru mendorong orang mengalokasikan uangnya untuk kegiatan amal dibanding menonton Fifty Shades of Grey. Aktivis antikekerasan domestik memopulerkan tagar #50DollarsNot50Shades dan #50ShadesIsAbuse untuk menentang film itu.

Fifty Shades of Grey
Dengan itu, para aktivis meminta masyarakat menyumbangkan US$ 50 atau Rp 629 ribu untuk melindungi korban kekerasan domestik, daripada menggunakan uang itu untuk membeli tiket film dan popcorn. Sebab, aktivis beranggapan film yang berkisah tentang percintaan erotis pengusaha kaya dan mahasiswi tingkat akhir itu lebih didominasi konten kekerasan, utamanya kekerasan seksual pada wanita.

"Hollywood tidak butuh uang Anda. Perempuan korban kekerasan yang membutuhkannya," demikian kampanye yang digalakkan para aktivis itu.

Ruth Glenn, Direktur Eksekutif Koalisi Nasional Melawan Kekerasan Domestik mengatakan, "Kami menyadari itu hanya film. Tapi kami juga menyadari itu didukung banyak perempuan. Hal yang kami pedulikan tentang Fifty Shades of Grey adalah setiap kali orang menjalankan gaya hidup itu, belum pasti merupakan pilihan."

Gaya hidup yang dimaksud Glenn adalah BDSM (Bondage, Discipline, Sadism, Masochism) seperti yang dilakoni Christian, tokoh Fifty Shades of Grey. Christian merupakan seorang yang dominan dalam hubungan seksual, dan tak segan melakukan aktivitas ekstrem dengan pasangannya. Ia suka kegiatan seks sembari mencambuk, mengikat, dan sebagainya. Gaya hidup itu ditularkannya pada sang kekasih, Anastasia.

"Orang-orang sangat terganggu dengan film ini karena berpotensi memuja perilaku kasar dan menguntit. Jadi mereka bahagia punya kesempatan melakukan sesuatu positif untuk membantu meminimalisasi kerugian yang ditimbulkan," kata salah satu penggagas kegiatan itu pada Washington Post, mendukung Glenn.

Pusat Nasional untuk Eksploitasi Seksual yang juga mendukung, menambahkan bahwa perempuan yang sesungguhnya di dunia nyata, tidak berakhir seperti Anastasia. Dalam Fifty Shades of Grey, Anastasia beruntung karena ia bersanding dengan penganut BDSM yang perhatian pada perempuan, dan sangat kaya raya.

Tapi di dunia nyata, "Mereka sering berakhir di perlindungan perempuan, dalam pelarian selama bertahun-tahun, atau meninggal," kata Pusat Nasional untuk Eksploitasi Seksual yang mensponsori kegiatan itu, dikutip Time.

Baru digagas, sampai Kamis (5/2) laman Fasebook kampanye menentang film yang rilis 13 Februari 2015 itu sudah disukai hampir lima ribu orang.

Ini bukan pertama kalinya Fifty Shades of Grey diprotes. Saat bukunya pertama muncul tahun 2012, protes yang sama muncul. Buku itu dianggap meresahkan karena berisi kekerasan seksual dan domestik. Namun setelah itu, Fifty Shades of Grey tetap terjual laris. Ia bahkan menginspirasi buku erotis lain yang mengekor.

Bagaimana pun boikot digaungkan, film Fifty Shades of Grey tetap akan tayang. Bahkan sudah banyak orang yang memegang tiketnya. Soal itu, Glenn memberi nasihat bagi yang menonton. "Kekerasan melawan perempuan adalah suatu hal. Memilih menjalani gaya hidup alternatif di mana ada parameter dan pilihan, adalah hal lain lagi. Untuk siapa pun anak muda yang menonton film ini, saya harap ada yang mau berdiskusi dengan mereka tentang pilihan dan paksaan."

Related Posts: